Tokoh - tokoh penting keturuan Bawean

Syekh Zainuddin Bawean Al Makki

Biografi singkat tentang Syekh Muhammad Zainuddin Bawean atau al-Baweani adalah salah seorang ulama keturunan Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, yang menjadi pengajar di Mesjidil Haram, Mekah. Penulis sejumlah kitab ini juga dikenal sebagai salah seorang penyebar gagasan kebangsaan Indonesia dan islam Nusantara di kalangan para santri dan mahasiswa di Madrasah Darul Ulum Mekah al-Mukarramah. Syekh Muhammad Zainuddin lahir di Mekah pada tahun 1334 H/1915. Ayahnya adalah Syekh Abdullah bin Muhammad Arsyad bin Ma’ruf bin Ahmad bin Abdul Latif Bawean. Adalah kakeknya yang pertama kali menginjakkan kaki di negeri Hijaz. Orang-orang Bawean memang banyak yang menjadi pengembara, untuk tujuan ekonomi maupun untuk menuntut ilmu hingga ke Tanah Suci. Syekh Muhammad Hasan Asy’ari (wafat sekitar tahun 1921) adalah di antara orang-orang Bawean yang berhasil jadi ulama dan juga guru besar di Mekah. Syekh Zainuddin juga dikenal sebagai penulis beberapa karya kitab. Di antaranya al-Fawaidu-z-Zainiyah ala Manzhumati-r-Rahbiyah dalam soal hukum waris, Faidhu-l-Mannan fi Wajibati Hamili-l-Quran, al-Ulumu-l-Wahbiyah fi Manazili-l-Qurbiyah, Ghayatu-s-Sul liman yuridu-l-Ushul ila barri-l-ushul, musyahadatu-l-lmahbub fi tathhiri-l-qawalibi wa-lqulub, dan Ghayatu-l-Wadad fi ma li Hadza Wujudi mina-l-Murad. Syekh Muhammad Zainuddin Bawean wafat pada tahun 1426 H/2005. Jenazah beliau dishalatkan di Masjidil Haram dan dimakamkan di Pemakaman Ma’la kota Mekah.

Syekh Muhammad Hasan Asyari Albaweani
Berbicara tentang biografi KH. Muhammad Hasan Asy’ari, maka tidak terlepas dengan asal muasal siapa sosok Muhammad Hasan Asy’ari. Tidak banyak yang bisa diketahui tentang biografi serta perjalanan hidupnya, karena ia bermukim di negara Timur Tengah dan juga tentunya karena tidak ada yang meneliti tentang biografinya. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan KH. Ade Rahman Syakur pengasuh pondok pesantren Sabilul Muttaqien Pasuruan, sekaligus ketua Syuriah PCNU Pasuruan yang juga sebagai sesepuh ahli falak diPasuruan. Ia menceritakan sepengetahuanya tentang KH. Muhammad Hasan Asy’ari. KH. Muhammad Hasan Asy’ari merupakan seorang ulama yang lahir di pulau kecil Bawean Gresik Jawa Timur sekitar tahun 1820-an, karena dia seumuran dengan KH. Khalil Bangkalan. Pada masa hidupnya dihabiskan di pesantren dan ia bermukim di Makkah. Ia menikah dengan Nyi Maryam yang merupakan putri dari Syeikh Nawawi Banten, dan dikaruniai dua putra yaitu KH. Ma’ruf (dua putri yaitu Nyi Fatimah, dan Nyi Ni’mah) dan KH. Ahmad Noor (lima putra Nyi zuhroh, Siti Rabiatul Adawiyah, Aisyah, M. Ma’tuf, dan M. Mahfudz), kedua putranya (KH. Ma’ruf dan KH. Ahmad Noor) lahir di Makkah dan bermukim di sana.
Menurut KH. Ade Rahman Syakur, sebelumnya di Makkah ia belajar di negara Maghrobi yang sekarang dikenal sebutan Maroko, kemudian pindah ke Makkah, dan ia penah belajar kepada Syeikh Nawawi Banten di Masjidil Haram sekitar tahun 1800-1900-an4, yang kemudian oleh Syeikh Nawawi Banten ia diangkat menjadi menantu dengan Nyi Maryam putri ke dua Syeikh Nawawi Banten dengan istri yang pertama yaitu Nyi Nasimah dari Tanara.5 Di penghujung abad ke-18 di Semenanjung Jazirah Arab muncul gerakan wahabi yang dipelopori Muhammad Ibn Abdul Wahab, gerakan ini muncul bersama dengan kemunduran tiga kerajaan Islam diantaranya Usmani di Turki, Shafawi di Persia, dan Mughal di India pada rentang tahun 1500-1800.
Ajaran wahabi merupakan ajaran yang lebih menekankan pada pemurnian ajaran Islam dengan corak yang lebih keras, mereka menginginkan Islam itu kembali pada al-Qur’an dan Sunah, mereka beranggapan bahwaajaran tauhid yang dibawah oleh Rasulullah adalah Islam khurafat dan kesufian.
KH. Muhammad Hasan Asya’ri dikenal sesosok pemberontak, pada saat itu Makkah dan Madinah menjadi darah kekuasaan kaum Wahabi sehingga dia menjadi pencarian para pengikut ajaran Wahabi yang kemudian dia diusir dari singgahanya.8 Pada akhirnya dia berpindah ke Mesir, dan tidak lama berada di sana ia diusir kembali. Karena munculnya gerakan wahabi di daerah Najd juga memberikan dampak yang besar bagi masyarakat Jazirah Arab dan Negara Timur Tengah seperti halnya Mesir. Dampak dari gerakan Wahabi di Mesir ditampakkan dengan bersatunya rakyat Mesir akibat penjajahan Turki. Sehingga dengan keadaan seperti itu, dia kembali ke Indonesia dan bermukim di Ranggeh Pasuruan, akan tetapi tidak semua ahli warisnya ikut berpindah salah satunya adalah keturunan dari Ahmad Noor. Selama di Makkah KH. Muhammad Hasan Asy’ari dimungkinkan banyak mengarang kitab-kitab karena dia dikenal sesosok yang berkarya, selain kitab Muntaha Nataij al-Aqwal ada juga karya lain yaitu Jadwal al-Auqat,9 tetapi yang bisa diketahui hanya kitab Muntaha Nataij al-Aqwal karena memang itu yang diajarkan di Pasuruan, khususnya untuk para santri pondok Sidogiri dan pondok Besuk. Dia menjadi ulama besar yang disegani di daerah Jawa Timur terlebih Pasuruan.
Pada tahun ±1918-1921 M KH. Muhammad Hasan Asy’ari wafat dan dimakamkan di daerah Sladi Kejayan Pasuruan, letak makamnya berada di belakang pondok pesantren Besuk, disamping makam Wali Kemuning, dan dari ahli warisnya atau tokoh ahli falak Pasuruan tidak ada yang mengetahui kapan wafat atau pun tanggal kelahiranya.

Yahya Zaini

Lahir 24 April 1964 di Dusun Teluk Jati (Desa Teluk Jati Dawang, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur), ia adalah putra dari KH Zaini dan Ny Khosniyah. Dusun yang terpencil di Jawa Timur itu terletak di wilayah yang berbukit. Ketika berusia tiga tahun, ibu kandungnya meninggal dan ikut dirawat oleh pamannya, H. Mukim. Sepeninggal istrinya, ayahnya menikahi Hj. Hawa. Pernikahan kedua ayahnya melahirkan empat anak yang salah satunya bermukim di Malaysia Muhammad Yahya Zaini, SH umur 52 tahun adalah mantan politikus dan mantan Anggota DPR-RI. Ia berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur dan Golkar sejak tahun 1997. Di tengah masa bakti 2004-2009, ia mengundurkan diri pada 7 Desember 2006. Empat hari sebelumnya, ( tepatnya 4 Desember 2006), ia telah mundur posisinya dalam kepengurusan pusat Partai Golkar.
Semenjak kecil, ia dikenal alim dan terpelajar. Sewaktu banyak anak seusianya tidak bersekolah, ia sudah bersekolah dan tergolong murid cerdas. Yahya juga pernah mengucurkan sebagian rezekinya ke kampungnya, seperti membantu membiayai warga kurang mampu yang kuliah.
Selepas menyandang gelar sarjana hukum dari Unair pada 1990, Yahya menjadi Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olahraga Akbar Tandjung hingga 1993. Periode 1992-1994, ia tampil sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Yahya terus mengikuti kesuksesan Akbar, yang kala itu menjabat Menteri Perumahan Rakyat (1993-1998). Ia pernah memimpin Komite Nasional Pemuda Indonesia (1996-1999). Aktivitasnya di HMI dan Komite Nasional Pemuda Indonesia serta kedekatannya dengan Akbar menggiringnya masuk gedung parlemen pada 1997-1999.
Dalam kabinet pengurus pusat Golkar periode 1998-2004 yang dipimpin Akbar Tandjung, ia menjadi Wakil Ketua Departemen Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan. Kariernya di parlemen berlanjut setelah Golkar menjadi pemenang Pemilihan Umum 2004. Setelah melalui KNPI, ia kariernya di bidang politik semakin bersinar hingga menjadi Anggota DPR-RI pada periode 2004-2009.
Nasib baik Yahya memang tak bisa dilepaskan dari campur tangan Akbar, seniornya di HMI. Tapi, pada Musyawarah Nasional Golkar 2004, Yahya mengambil peranan dalam menggagalkan ambisi Akbar mempertahankan kursi ketua umum. Ia berpihak ke kubu lawan, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ketua DPR-RI Agung Laksono. Kerja kerasnya mengegolkan Kalla berbuah jabatan baru di Golkar sebagai koordinator bidang agama dan Sekretaris Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat. Zaini menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar dan merupakan anggota Komisi II di DPR. Ia juga pernah terlibat dalam Pansus RUU Partai Politik sebagai ketua.


Harun Thohir
kopral Dua KKO (Anumerta) Harun Said bin Muhammad Ali (lahir di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, 4 April 1947 – meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 21 tahun) adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Korps Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.[1] Bersama dengan seorang anggota KKO lainnya bernama Usman, ia dihukum gantung oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965 (lihat Pengeboman MacDonald House). Atas jasa-jasanya kepada negara, Kopral KKO TNI Anumerta Harun bin Said alias Thohir bin Mandar Anggota Korps Komando AL-RI Harun bin Said dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.050/TK/Tahun 1968, tgl 17 Okt 1968.Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta, dan kini nama ia diabadikan menjadi nama Kapal Republik Indonesia, KRI Usmman-Harun (359).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulau Putri dan Bahasa Bawean

Pulau bawean